PENERAPAN HACCP TERHADAP PRODUK PEMBEKUAN IKAN


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke  pada Tuhan yang maha Esa atas rahmat, taufik dan hidayah_Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Refrigerasi mengenai “PENERAPAN HACCP TERHADAP PRODUK PEMBEKUAN IKAN”.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari hasil kerja keras saya agar dapat mengerjakann tugas ini dengan baik.
Saya menyadari bahwa hasil penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya mohon maaf jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini. Dan saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk kemajuan di masa yang akan datang.










12 desember 2017
                                         
                                                                                                                                   hamran





DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar.............................................................................................................................. i
Daftar Pustaka.............................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan........................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan.................................................................................................................................... 2
1.3. Manfaat.................................................................................................................................. 2
Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................................................ 3
2.1. Tinjauan Pustaka.................................................................................................................... 3
Bab III Hasl Dan Pembahasan...................................................................................................... 5
3.1. Metodologi............................................................................................................................. 5
3.2. Hasil Dan Pembahasan.......................................................................................................... 6
Bab IV Kesimpulan Dan Saran..................................................................................................... 9
4.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 9
4.2. Saran..................................................................................................................................... 11

Daftar Pustaka













BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu usaha pengolahan juga dapat meningkatkan nilai tambah (value added ) produk tersebut.Ikan Tuna adalah salah satu andalan ekspor hasil laut Indonesia. Mayoritas ekspor produk ikan tuna Indonesia adalah dalam bentuk beku (Nurjanah, 2011). Produksi ikan tuna walaupun mengalami peningkatan ekspor secara signifikan, produksi ikan tuna masih mendapatkan penolakan Negara importir yang berhubungan dengan keamanan pangan. Pada tahun 2013 telah terjadi kasus penolakan produk perikanan Indonesia di negara mitra yaitu: Italia sebanyak 1 kasus, Jerman 2 (dua) kasus, Perancis 1 (satu) kasus, Spanyol 1 (satu) kasus, Korea 3 (tiga) kasus, Rusia 4 (empat) kasus dan Kanada 3 (tiga) kasus. Dari kasus-kasus tersebut yang menjadi alas an penolakan adalah kandungan Methyl mercury, Escherichia coli, Listeria, Heavy metals, Histamin dan sensory(decomposed) (BKIPM, 2014).

Dalam mewujudkan jaminan mutu dan keamanan pangan, maka system manajemen mutu dan kemanan pangan yang diterapkan saat ini adalah HACCP(Hazard Analysis Critical Control Point) yaitu suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan pada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya dapat timbul di berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahayabahaya tersebut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), HACCP sebagai suatu sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus ditunjang oleh faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya resiko terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi pra-syarat keefektifan penerapan HACCP sebagai sebuah system pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasarunit pengolahan yang meliputi; a) Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices/GMP), b)Standar prosedur operasi sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure/SSOP). Sehinggga perlu untuk diketahui tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP), tingkat penerapan HACCP serta strategi penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di unit pengolahan ikan yang ada di Pelabuhan Benoa. Dengan menerapkan system jaminan mutu dan keamanan pangan melalui penerapan HACCP, masyarakat dunia akan semakin yakin terhadap produk perikanan Indonesia.
Metode dan teknik analisis data dalam penentuan strategi penerapan HACCP yaitu dengan menggunakan matrik analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT membandingkan antara faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang (opportunity) dan ancaman (threath) dengan faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan (strength) dan kelemahan(weakness).

B. TUJUAN
1. mengetahui apa itu HACCP
2. mengetahui proses pembekuan ikan dengan HACCP

C. MANFAAT
1. agar dapat memahami HACCP
2. Agar dapat menamba pengetahuan bagaimana proses penerapan HACCP pada pembekuan ikan












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu. mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1996). Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin) (Murniyati dan Sunarman, 2000). Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging. Species Protein Lemak Karbohidrat Abu Bluefin 28,30 g 1,40 g 0,10 g 1,50 g Southern Bluefin 23,60 g 9,30 g 0,10 g 1,40 g Yellow Fin 22,20 g 2,10 g 0,10 g 1,40 g Skipjack 25,80 g 2,00 g 0,40 g 1,40 g Marlin 25,40 g 3,00 g 0,10 g 1,40 g Mackerel 19,80 g 16,50 g 0,10 g 1,10 g Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000) Pada CV. Cahaya Mandiri tuna yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan loin terdiri dari dua jenis yaitu tuna mata besar dan madidihang.

Mutu Ikan Tuna (Thunnus sp.) Mutu merupakan totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dipersyaratkan. Mutu sering diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan atau kebutuhan yang diberikan oleh pelanggan (Soen’an, 2004). Menurut Nasution (2004), mutu adalah sesuatu yang memenuhi atau sama dengan persyaratan (Conformance To Recuirements). Komoditas ikan yang sedikit saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, dan kebutuhan sebuah perusahaan. Ikan tuna dalam perdagangannya dikelompokkan menurut standar atau mutu daging yang terbagi menjadi empat tingkat mutu yaitu grade A, B, C, dan D. Pengujian tingkatan mutu ikan dilakukan dengan cara menusukkan coring tube yaitu suatu alat berbentuk batang, tajam, dan terbuat dari besi. Coring tube dimasukkan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan kiri, sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Mutu dengan grade A (terbaik) diekspor ke Jepang, grade B dan C biasanya diekspor ke Amerika dan Uni Eropa, sedangkan grade C dan D dipasarkan lokal. Ciri-ciri untuk masing-masing grade adalah sebagai berikut (Fadly diacu dalam Cahya, 2010): 1. Grade A Ciri-ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut: a. Warna daging untuk tuna madidihang adalah merah seperti darah segar dan untuk tuna mata besar dagingnya berwarna merah tua seperti bunga mawar, serta tidak ada pelangi. b. Mata bersih, terang, dan menonjol. c. Kulit normal, warna bersih, dan cerah. d. Tekstur daging untuk madidihang tuna keras, kenyal, dan elastis dan untuk Tuna Mata besar dagingnya lembut, kenyal dan elastis. e. Kondisi ikan (penampakannya) bagus dan utuh.


Grade B Ciri-ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut: a) Warna daging merah, terdapat pelangi otot daging agak elastis, jaringan daging tidak pecah. b) Mata bersih, terang dan menonjol. c) Kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir. d) Tidak ada kerusakan fisik. 3. Grade C Ciri-ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut: a) Warna daging kurang merah dan ada pelangi. b) Kulit normal dan berlendir. c) Otot daging kurang elastis. d) Kondisi ikan tidak utuh atau cacat, umumnya pada bagian punggung atau dada. 4. Grade D Ciri-ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut: a) Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan pudar. b) Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada pelangi. c) Teksturnya lunak dan jaringan daging pecah. d) Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan, seperti daging ikan yang sudah sobek, mata ikan yang hilang, dan kulit terkelupas. 2.3 Tuna Loin Beku Tuna loin beku adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan, pengepakan, pelabelan dan penyimpanan (BSN 2006).



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Sedangkan pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode dan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi teknik,berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, seperti observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2010). Penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) bulan, yaitu pada bulan Januari 2015 sampai dengan Mei 2015. Penilaian penerapan kelayakan dasar dan penerapan HACCP pada 15 unit pengolahan ikan dengan produk akhir ikan tuna beku di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan checklist yang berdasarkan pada penyimpangan (deficiency).Untuk menentukan tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP berdasarkan penyimpangan (deficiency) yang ada pada 15 unit pengolahan ikan dengan produk akhir ikan tuna beku di lokasi penelitian mengacu pada peraturan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan selaku Otoritas Kompeten Nomor : PER.03/BKIPM/
2011 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan M(BKIPM, 2011) bahwa penerapan HACCP dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Tingkat A (Baik Sekali) : Temuan  ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = 0, mayor (my) = maksimal 5 dan minor (mn) = maksimal 6.
2. Tingkat B (Baik) : Temuan ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = maksimal 2, mayor (my) = maksimal 10 dan minor (mn) = maksimal 7 (Jumlah mayor dan serius tidak lebih dari 10).
3. Tingkat C (cukup) : Temuan ketidaksesuaian adalah kritis (kr) = 0, serius = maksimal 4, mayor (my) = maksimal 11 dan minor (mn) e” 7.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 15 unit pengolahan ikan di Pelabuhan Benoa yang menjadi sampel didapatkan hasil bahwasebanyak 9 unit pengolahan ikan yang penerapan kelayakan dasar (GMP,SSOP) serta HACCP dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali) dan 6 unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik) dengan penyimpangan minor, mayor dan serius yang didominasi oleh;Kurangnya kesadaran personil terhadap pencegahan kontaminasi silang dan kurang maksimalnya pengawasan petugas terhadap sarana dan prasarana yang digunakan selama proses produksi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013), menyatakan bahwa persyaratan pekerja yang menangani langsung proses penanganan dan pengolahan hasil perikanan adalah menggunakan pakaian kerja yang bersih, masker dan tutup kepala sehingga dapat menutupi hidung dan rambut secara sempurna demikian pula dengan peralatan dan
perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus dirancang dan dibuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak
menyebabkan kontaminasi.Kurang maksimalnya pengawasan petugas terhadappenyimpanan produk
jadi di cold storage,

Badan Standardisasi Nasional (2006), menyatakan bahwa penataan produk dalam
gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata
dan memudahkan pembongkaran. Kurang maksimalnya pemantauan terhadap limbah cair yang
dihasilkan, menurut Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 5 ayat 3 (Pemerintah
Provinsi Bali, 2007), bahwa penanggung jawab usaha yang membuang limbah ke lingkungan mempunyai
kewajiban : (a) melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak
melampaui baku mutu lingkungan hidup, (b) mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dan (c) menyampaikan laporan hasil pemantauan paling lama 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dan instansi teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan.Kurang maksimalnya program monitoring air internal yang dilakukan, BKIPM (2013), menyatakan bahwa  frekuensi monitoring pengujian air dan es yang dilakukan oleh unit pengolahan ikan (dalam rangka own check) harus sesuai kriteria yaitu frekuensi pengambilan dan pengujian sampel untuk monitoring air secara internal (own check) dilakukan terhadap masing-masing kran (outlet) dengan minimal frekuensi 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk parameter mikroba dan 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk parameter kimia wajib.

Belum  lengkapnya identifikasi bahaya yang tercantum dalam analisis bahaya pada manual HACCP, menurut Cato (1998), menyatakan bahwa factor utama yang menentukan apakah bahaya adalah signifikan untuk tujuan HACCP adalah kemungkinan terjadinya suatu penyakit yang merugikan dan tingkat keparahan, bahaya yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi seperti kematian dari adanya bakteri Clostridium botulinum, demikian pulamenurut Afoakwa, et al. (2013), bahwa analisis bahaya dilakukan dengan melakukan tiga tahap kegiatan yang terdiri dari; menyusun daftar semua potensi bahaya (fisik, kimiadan mikrobiologi) yang mungkin terjadi selama pemrosesan, mengevaluasi potensi bahaya berdasarkan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya bahaya dan terakhir menunjuk langkahlangkah pencegahan atau kontrol diterapkan untuk setiap bahaya.Tingkat penerapan kelayakan dasar pada proses pengolahan ikan tuna beku di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk
tingkat penerapan HACCP disajikan pada tabel 2. Untuk melihat posisi tingkat penerapan kelayakan dasar dan tingkat penerapan HACCP pada masing-masing unit pengolahan ikan di lokasi penelitian

Berdasarkan matrik analisis SWOT, dimana faktor internal yang berupa kekuatan (strengths) dan
kelemahan(weaknesses)serta faktor eksternal yang berupa peluang (opportunities)dan ancaman
(threath), maka didapatkan strategi untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan di lokasi penelitian antara lain :

1. Penyesuaian ruang lingkup serta frekuensi pengujian air pada proses produksi untuk lokasi penelitian L1, L2, L4, L6, L8 dan L11.
2. Peningkatan kapasitas pelatihan serta jaminan kesehatan bagi karyawan bagian produksi untuk lebih meningkatkan kesadarannya terhadap pencegahan kontaminasi silangdi unit pengolahan ikan pada semua lokasi penelitian.
3. Pelaksanaan pemantauan terhadap limbah cair yang dihasilkan sesuai Peraturan Gubernur Bali
No. 8 Tahun 2007 pada lokasi L3, L5, L7, L9, L10, L12, L13, L14 dan L15.
4. Pembuatan sistem pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke perairan umum untuk L1, L2, L4, L6, L8 dan L11.
5. Peningkatan ketelitian dalam menganalisis bahaya, yaitu dalam menganalisis potensi bahaya mempertimbangkan kemungkinan penyebab terjadinya bahaya, tingkat keparahan yang mempengaruhi konsumen, ketahanan ketika terkena bahaya, perhatian terhadap mikroba yang dapat berkembangbiak dan bertahan hidup pada produk, adanya racun, bahan kimia atau benda asing. Risiko keamanan pangan yang harus diperiksa meliputi aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek
keamanan kontaminasi fisik dan aspek keamanan kontaminasi biologis termasuk di dalamnya mikroba.
6. Peningkatan efektivitas pelaksanaan prosedur
verifikasi pada L1, L2, L4, L6, L8 dan L11.















BAB  IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP, SSOP) pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di 15 unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa- Bali,terdapat 9 (Sembilan) unit pengolahan ikan yang tingkat penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali) dan6 (enam) unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik), karena pada 6 unit pengolahan ikan ini masih terdapat satu buah temuan serius, yaitu limbah cair belum ditangani secara higinis dan ramah lingkungan,untuk itu perlu melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga tidak melampaui baku mutu lingkungan hidup.
2. Tingkat penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di 15 unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa- Bali,terdapat 9 (Sembilan) unit pengolahan ikan yang tingkat penerapan HACCP dengan klasifikasi tingkat A (baik sekali)dan6 (enam) unit pengolahan ikan dengan klasifikasi tingkat B (baik), karena pada 6 unit pengolahan ikan ini masih terdapat satu buah temuan serius, yaitu belum pernah melakukan pemantauan terhadap limbah cair yang dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan, sehingga perlu melakukan pengujian terhadap limbah cair yang dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan.
3. Strategi penerapan HACCP pada proses pengolahan produk ikan tuna beku di unit pengolahan ikan Pelabuhan Benoa-Bali yaitu strategi untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan serta kualitas lingkungan di lokasi penelitian. Artinya unit pengolahan ikan dilokasi penelitian harus menjaga dan mempertahankan posisi yang berada dalam kondisi yang baik serta melakukan perbaikanperbaikan internal, baik yang menyangkut bidang produksi, kelembagaan serta pengelolaan lingkungan demi tercapainya kapabilitas yang tinggi serta menunjang kelancaran ekspor hasil perikanan bagi unit pengolahan ikan yang ada di lokasi penelitian Pelabuhan Benoa.


B. SARAN
1. Disarankan kepada pihak unit pengolahan ikan untuk melakukan peningkatan kapasitas pelatihan karyawan dan memperketat pengawasan terhadap sarana yang terkait dengan kegiatan proses produksi.
2. Dalam upaya pengelolaan lingkungan, perlu adanya kerjasama antara PT. Persero Pelindo
III selaku pengelola pelabuhan Benoa dengan pengusaha (pihak unit pengolahan ikan) yang ada di Pelabuhan Benoa untuk mengusahakan sistem pengelolaan air limbah yang lebih efektif, misalnya dengan sistem sanimas (Sanitasi Masal).
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas perairan pantai di kawasan pelabuhan Benoa untuk peneliti selanjutnya.

0 Response to "PENERAPAN HACCP TERHADAP PRODUK PEMBEKUAN IKAN "

Post a Comment

Analisa Kadar Air dan Kadar Abu Kerang "buah" Donax sp

BAB I PENDAHULUAN 1.1.        Latar Belakang Kerang merupakan hewan aquatik yang hidup pada substrat dasar perairan dan ada j...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel